Kamis, Januari 24

Kisah tentang UANG

.^^. Sebuah kisah tentang uang Rp 1.000,- dan Rp 100.000,- yang sama-sama terbuat dari kertas, sama-sama dicetak dan diedarkan dari Bank Indonesia. Pada saat yang bersamaan mereka keluar dan berpisah dari Bank, dan beredar di masyarakat. Empat bulan kemudian mereka bertemu lagi secara tidak sengaja di dalam dompet seorang pemuda. Kemudian diantara kedua uang tersebut terjadilah percakapan, Si uang Rp 100.000,- bertanya kepada uang Rp 1000,- 
     "Kenapa badan kamu begitu lecek, kotor, dan bau amis?"
     Dijawablah olehnya, "Karena aku begitu keluar dari Bank langsung berada ditangan orang-orang bawahan, dari tukang becak, tukang sayur, penjual ikan dan ditangan pengemis."
Lalu si uang Rp 1000,- balik bertanya kepada uang Rp 100.000,-
     "Kenapa kamu kelihatan begitu baru, rapi dan masih bersih?"
     Kemudian dijawablah oleh uang Rp 100.000,- ,"Karena begitu aku keluar dari Bank langsung disambut perempuan cantik dan beredarnya pun di restauran mahal, di mall dan juga hotel-hotel berbintang serta keberadaanku selalu dijaga dan jarang keluar dari dompet."
     Lalu uang Rp 1000,- bertanya lagi, "Pernahkah engkau mampir di tempat ibadah?" 
     Dijawabnya oleh uang Rp 100.000,- ,"Belum pernah."
     Uang Rp 1000,- pun berkata lagi, "Ketahuilah, walaupun keadaanku seperti ini adanya, setiap jum'at aku selalu mampir di Masjid-masjid, minggu di Gereja-gereja, Vihara, Klenteng, Pura dan ditangan anak-anak yatim. Bahkan aku selalu bersyukur kepada Tuhan karena aku tidak dipandang manusia bukan karena nilai, tapi yang dipandang adalah sebuah manfaat."
     Akhirnya menangislah si uang Rp 100.000,- karena merasa besar, hebat, tinggi tapi tidak begitu bermanfaat selama ini. Jadi bukan seberapa besar penghasilan Anda, tapi seberapa bermanfaat penghasilan Anda tersebut. Karena kekayaan bukanlah untuk kesombongan. 
     Oleh karena itu, semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang selalu mensyukuri nikmat dan memberi manfaat untuk semesta alam serta dijauhkan dari sifat sombong :D semangat !

Sabtu, Januari 19

Rumah Impian

.^^. Rumah....
Dalam arti umum, rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggalmanusia maupun hewan, namun tempat tinggal yang khusus bagi hewan biasa disebut sangkar, sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep-konsep sosial-kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, tempat bertumbuh, makan, tidur, beraktivitas, dll.
Sebagai bangunan, rumah berbentuk ruangan yang dibatasi oleh dinding dan atap, biasanya memiliki jalan masuk berupa pintu, bisaberjendela ataupun tidak. Lantainya bisa berupa tanah, ubin, babut, keramik, atau bahan lainnya. Rumah modern biasanya lengkap memiliki unsur-unsur ini, dan ruangan di dalamnya terbagi-bagi menjadi beberapa kamar yang berfungsi spesifik, seperti kamar tidur, kamar mandi,WC, ruang makan, ruang keluarga, ruang tamu, garasi, gudang, teras, dan pekarangan.
Dalam kegiatan sehari-hari, orang biasanya berada di luar rumah untuk bekerja bersekolah, atau melakukan aktivitas lain, tetapi paling sedikit rumah berfungsi sebagai tempat untuk tidur bagi keluarga ataupun perorangan. Selebihnya, rumah juga digunakan sebagai tempat beraktivitas antara anggota keluarga atau teman, baik di dalam maupun di luar rumah pekarangan.
Rumah dapat berfungsi sebagai: tempat untuk menikmati kehidupan yang nyaman, tmpat untuk beristirahat, tempat berkumpulnya keluarga, dan tempat untuk menunjukkan tingkat sosial dalam masyarakat. (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah )
      Kalau Bapak yang bilang baik apapun itu, “Sik penting iso nggo ngeyup seko panas lan udan, iso nggo istirahat, iso nggo kumpul keluarga, lan iso nduduhake nek kowe iso mandiri. Mbuh sepiro gedhene utawa jembare omah, nanging nek hasil jirih payahmu dewe kui suatu prestasi diri.” (Yang pentimg bisa untuk berteduh dari panas dan hujan, bisa untuk istirahat, bisa untuk kumpul keluarga, dan bisa menunjukkan kalau kamu bisa mandiri. Entah seberapa besar atau lebarnya rumah, tetapi kalau hasil jirih payahmu sendiri itu suatu prestasi diri). Dan hal ini yang selalu terngiang ditelinga saya maupun adek, untuk menjadi manusia yang mandiri.
      Kami masing-masing sering berceloteh tentang rumah impian kami. Adek selalu memimpikan menjadi seorang guru dan pengusaha bakery, dengan rumah impian “Yang penting halamannya luas”. Simpel. Mungkin karena tempat tinggal kami saat ini halaman/terasnya cukup sempit dan kecil, jadi dia ingin mempunyai rumah yang ‘lega’ untuk anaknya kelak hehehe :P

      Dan saya, tidak terlalu muluk tentang rumah, hanya mendambakan rumah yang minimalis untuk sebuah keluarga dengan 3 orang anak (hehehe pengennya), ada halaman kecil untuk tanaman hias, kaktus misalnya, atau tanaman buah dalam pot lainnya. Ada satu tempat yang bisa digunakan untuk nge-teh bareng. Yang penting bisa menikmati semuanya sama keluarga kecil saya :D Kalau mas bilang, “Rumahnya minimalis aja ya, bisa muat 2 mobil lah.  Yaaaah~ itulah harapan kami, segelintir mimpi yang mulai dibangun bersama. Mungkin dengan hal-hal sederhana seperti ini kami diberikan waktu untuk jauh lebih mengenal satu sama lain. Memahami apa itu tujuan dan masa depan, dengan dimulainya kegiatan “menyusun mimpi”.
      Mimpi-mimpi ini bukan suatu hal untuk dipermasalahkan, tapi suatu hal yang harus diwujudkan bersama. “Dream comes true” bukan suatu halangan jika kita terus dan mau berjuang mewujudkannya, karena dari usaha itulah Tuhan akan memberikan jalan dan bantuan untuk mimpi yang sudah kita rencanakan. Jika Ia menghendaki maka akan dipermudah jalannya, jika belum menghendaki maka ada hal yang jauh lebih indah yang sedang Ia persiapkan untuk kita. Dan saya percaya itu. We can do it, together !   semangat !  :’D

BUDAYA MENGHUKUM DAN MENGHAKIMI DALAM SISTEM PENDIDIKAN KITA

.^^.
Buat kamu, pelajar dan calon orang tua di masa depan :)
BUDAYA MENGHUKUM DAN MENGHAKIMI DALAM SISTEM PENDIDIKAN KITA

Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)
      Lima belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa. 
      Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah. 
      Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.
      Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?
Dari Indonesia,” jawab saya.
Dia pun tersenyum.

BUDAYA MENGHUKUM
       Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.
       Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,” lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.
       Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.
       Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.
       Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.
       Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.
       Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.
       Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.
       Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

***

       Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.
       Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.
       Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.
       Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.
       Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.
       Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.
       Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif. 
       Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

MELAHIRKAN KEHEBATAN
       Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.
       Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.
       Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.
       Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.
       Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.
       Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.



------> satu spirit bagi saya dan teman-teman lain di Prodi Pendidikan Biologi UNY pada khususnya, dan para calon pendidik dari bidang lain pada umumnya, untuk menjadi pendidik yang jauh lebih memahami kondisi bangsa maupun subyek didik yang kelak akan kami hadapi. :D semangat demi Indonesia yang baru dan lebih baik...

Sabtu, Januari 12

Romantis?

.^^. Romantis, satu kata yang sampai detik ini enggak pernah terselesaikan dengan baik dalam pembendaharaan kata di kamus ku. Segala sesuatu yang membuat semua wanita merasa istimewa dan bahagia. Dan mungkin untuk para pria ini adalah hal yang mereka lakukan demi orang yang dicinta atau hal yang paling ‘norak’ untuk dilakukan. :P
Romantis, adalah salah satu kata yang muncul ketika dia yang kamu cinta berkorban sesuatu dan hanya dilakukan untukmu. :) Lebih tepatnya ketika bersamamu. Bersamamu dia akan melakukan hal yang diketukan oleh pintu hati. Entah secara spontan atau terencana.
Romantis, kata yang sering memacu bunga-bunga bermekaran dihati wanita pujaanmu. Dan uniknya, mayoritas wanita terbalut serat kepekaan yang kurang-lebih sama. Hal ini terlihat ketika dia yang kamu cinta bertemu dengan sahabat wanitanya dan “aaaaaah~ so sweet” terucap dari bibir mereka. Lucu.
Romantis, satu kata yang ‘kadang’ menimbulkan perselisihan atau kecurigaan. “Kamu kok enggak romantis kayak dia sih!!!!” atau “Kamu kok tiba-tiba romantis gini, kamu selingkuh ya?!!!”. Hehehe wanita. Mereka memang makhluk yang paling seneng bikin pasangan mereka jungkir-balik buat meng-iya-kan apa yang diminta sang kekasih. Girls, seorang pria mau dan melakukan sesuatu hal untukmu itu adalah salah satu pembuktian dari romantis. Jangan minta dia seperti orang yang kalian anggap romantis atau meminta dia bersikap romantis, romantis itu sebuah ketulusan. Dan ketika mereka melakukan sesuatu hal, entah sesederhana apa itu, lihatlah ketulusannya. Apapun yang mereka kerjakan untukmu adalah sesuatu yang berat dan penuh perjuangan. Jangankan hanya sekedar mengusap kepalamu, membuatmu tersenyum adalah hal yang penuh perjuangan yang mereka hadapi setiap hari. Berhenti merengek, senyum dan bantulah dia dengan meringankan harinya.
Romantis, bukan sebuah tuntutan dari suatu tindakan, tapi keyakinan dan rasa ikhlas membahagiakan pasangan. Pernahkah kalian melihat sisi romantis dari sikap tidak romantis? Sederhana. Romantis atau kemesraan bukan hal yang dibuat-buat, tapi dia hadir setiap saat, tanpa kalian minta dan tanpa kalian duga. Jika memang ingin bertemu dengannya tutuplah mata dan lihatlah dengan hati. Rasakan senyumnya, rasakan sapanya. Bukan tindakan memberikan bunga atau jongkok dan mencium tangan wanitanya. Tapi tindakan ksatria untuk bekerja dan berusaha melakukan hal yang terbaik setiap hari, merencanakan masa depan dan kebahagiaan anak-istri, tidak menyalahkan orang lain ketika terjatuh tapi selalu berusaha melakukan hal terbaik dalam kondisi terburuk sekalipun, optimis tentang meluluhkan hati mertuanya, ikhlas dalam senyuman. Tidak hanya sekedar kata-kata, pria dewasa bukan seperti romeo yang memohon dan berjanji untuk mencintai juliet yang menunggunya dari atas balkon, tetapi seorang pria dewasa adalah orang yang berjanji dalam hati, berusaha mendatangi pujaannya walaupun harus memanjat balkon sekalipun. Wanita adalah makhluk lemah yang terbuat dari tulang rusuk seorang pria. Dia tidak meminta kalian untuk romantis dalam kata-kata, tetapi lebih menunggu kalian untuk bertindak, entah romantis atau tidak tapi yang mereka rasakan adalah sebuah kepastian.
Jangan meminta lebih jika kamu tidak bisa memberikan lebih, jangan menjanjikan sesuatu jika kamu tidak yakin bisa menepati, jangan meminta kepastian jika kamu masih ragu untuk berkata ‘iya’. Alam tidak menuntutmu untuk memberikan kepastian, tapi alam memintamu untuk bertindak ‘iya’. Karena dalam tindakan segala keromantisan atau hasil yang kalian harapkan akan muncul dan berkata ‘iya’ kepadamu.
Berbahagialah kalian yang sedang saling mencinta, karena tiada hal yang indah selain dicintai oleh dia yang kalian cinta. Cintai dia dalam tindakan, jangan cintai dia dalam romantisme sebuah kata-kata. - @zuchdia